Tuesday, August 27, 2013

Solusio Placenta

DEFINISI
Solusio Plasenta atau pelepasan prematur plasenta, ablasio plasenta, atau perdarahan aksidental didefinisikan sebagai pelepasan plasenta dari tempat implantasi normal sebelum kelahiran janin. Terjadi pada 1:86 sampai 1:206 kehamilan lanjut, tergantung kriteria diagnosis yang digunakan dan menyebabkan kira-kira 30% dari semua perdarahan antepartum lanjut. Sekitar 50% solusio terjadi sebelum persalinan tetapi 10%-15% tidak terdiagnosis sebelum kala dua persalinan.
ETIOLOGI
Penyebab pasti lepasnya plasenta biasanya tidak diketahui meskipun ada sejumlah asosiasi umum. Adanya riwayat pelepasan prematur plasenta sebelumnya mempunyai angka kekambuhan 10%-47%; setelah dua kali pelepasan prematur sebelumnya, insidennya menjadi >20%. Kehamilan dengan hipertensi mempunyai insiden solusio plasenta sebesar 2,5%4-7,9%. Namun, dari kasus-kasus yang cukup berat untuk menyebabkan kematian janin, kira-kira 50% terkait dengan hipertensi dalam kehamilan (separuh terkait dengan hipertensi kronis dan separuh terkait dengan hipertensi dipicu kehamilan). Predisposisi pelepasan plasenta lainnya yang sering adalah merokok, peregangan uterus berlebihan(misalnya kehamilan multipel,hidramnion),penyakit vaskular (misal, diabetes melitus, kelainan kolagen), anemia hemolitik mikroangiopati dan anomali atau tumor uterus. Terdapat penyebab yang memicu langsung (hanya pada 1%-5%) terjadinya solusio plasenta, yaitu plasenta sirkumvalata, trauma uterus langsung (misal, versi luar, kecelakaan mobil dan kecclakaan lainnya), pengurangan mendadak cairan amnion atau tali pusat yang pendek.
Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi
1.      Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan
2.      Faktor trauma
a.  Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
b.  Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan
c.  Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3.      Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa penelitian menerangkan bahwa  makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium
4.      Faktor usia ibu
Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
5.      Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma
6.      Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif
7.      Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya
8.      Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada hamil berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta
9.      Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya  kehamilan, dan lain-lain.

KLASIFIKASI
 a.  Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta
1.            Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
2.            Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
3.        Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
b.      Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan
1.      Solusio plasenta dengan perdarahan keluar
2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma retroplacenter
3.   Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .
c. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:
1. Ringan : perdarahan <100-200 cc,uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup,pelepasan plasenta <1/6 bagian permukaan,kadar fibrinogen plasma >150 mg%
2.     Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3.    Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan
GAMBARAN KLINIS
1.      Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung.
2.      Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta terlepas lebih dari 1/4  bagian, tetapi belum 2/3 luas permukaan Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Jika janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat
3.      Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal
DIAGNOSIS
Tanda dan gejala bervariasi dan dapat diperkirakan berdasarkan besarnya masalah. Namun, gejala solusio plasenta yang umum adalah perdarahan per vaginam berwarna merah gelap (80%), iritabilitas uteri (dua pertiga) dan nyeri punggung atau perut bagian bawab (dua pertiga). Kesalahan diagnosis persalinan prematur kira-kira 20%. Gawat janin terdapat pada >50% kasus.
Karena adanya faktor-faktor pelindung pada ibu hamil yang sehat, mungkin sudah terjadi kehilangan darah akut yang cukup banyak sebelum terjadi anemia. Karena itu, pada solusio plasenta, jumlah perdarahan seringkali jauh melebihi derajat anemia. Apusan darah perifer mungkin menunjukkan skistosit (mendukung ke koagulasi intravaskular diseminata, DIC). Penurunan jumlah trombosit dan depresi fibrinogen umum terjadi pada kasus-kasus yang lebih berat. Pada DIC, akan ada peningkatan kadar produk pemecahan fibrin.
1.      Anamnesis
- Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut
- Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong(non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman
- Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti
- Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang.
- Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
2.      Inspeksi
-   Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
-   Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
-   Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
3.      Palpasi
- Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan
- Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his.
- Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
- Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
4.      Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari 1/3 bagian.
5.      Pemeriksaan dalam
a.   Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
b.   Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang
c.   Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta
6.      Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi akan turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat dan kecil
7.      Pemeriksaan laboratorium
a.  Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.
b.  Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia
8.      Pemeriksaan plasenta.
Plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.
9.      Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :Terlihat daerah terlepasnya plasenta, Janin dan kandung kemih ibu, Darah, Tepian plasenta

PATOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Berbagai mekanisme patofisiologi yang terjadi pada solusio plasenta sudah diusulkan, termasuk trauma vaskular setempat yang menyebabkan gangguan pembuluh darah desidua basalis, peningkatan mendadak tekanan vena uteri yang menyebahkan pembesaran dan pemisahan ruang intervilosa, faktorfaktor mekanis (misal, tali pusat pendek, trauma, kehilangan mendadak cairan amnion) dan kemungkinan permulaan ekstrinsik kaskade koagulasi (misal, trauma dengan pelepasan tromboplastin jaringan).
Perdarahan dapat terjadi ke dalam desidua basalis atau langsung retroplasenta dari arteri spiralis yang ruptur. Pada kedua kasus ini terjadi perdarahan, terbentuk bekuan darah, dan permukaan plasenta tidak memungkinkan terjadinya pertukaran antara ibu dan placenta. Bekuan darah akan menekan plasenta yang berdekatan dan darah yang tidak membeku mengalir dari tempat tersebut. Pada perdarahan tersembunyi ataupun tampak (eksternal), darah dapat keluar melalui selaput ketuban atau plasenta. Keadaan ini memberikan makna penting karena mungkin menunjukkan perdarahan ibu-janin, perdarahan fetomaternal, perdarahan ibu ke dalam cairan amnion atau emboli cairan amnion.
Kadang-kadang perdarahan hebat dalam miometrium menyebabkan uterus berwarna keunguan, ekimotik dan berindurasi (apopleksi uteroplasenta, uterus Couvelaire) dan kehilangan kontraktilitas.
Pada pelepasan plasenta berat mungkin terjadi DIC. Secara klinis, diatesis perdarahan terdiri atas petekie meluas, perdarahan aktif, syok hipovolemik dan kegagalan mekanisme pembekuan darah. Meskipun tidak dapat diamati secara langsung, fibrin tertumpuk dalam kapiler kecil, menyebabkan komplikasi yang menakutkan, misalnya: nekrosis tubular dan korteks ginjal, kor pulmonale akut dan nekrosis hipofisis anterior (sindrom Sheehan).

DIAGNOSIS BANDING
A. Penyebab perdarahan nonplasenta. Biasanya tidak nyeri. Ruptur uterus dapat menyebabkan perdarahan per vaginam tetapi, jika banyak, disertai dengan rasa nyeri, syok dan kematian janin.
B. Penyebab perdarahan plasenta. Plasenta previa disertai perdarahan tanpa rasa nyeri dan biasanya terdiagnosis dengan ultrasonografi.
C. Penyebab perdarahan yang tidak dapat ditentukan. Pada paling sedikit 20% kasus, penyehab perdarahan antepartum tidak dapat ditentukan. Namun, jika masalah-masalah serius dapat disingkirkan, perdarahan tidak terdiagnosis ini jarang berbahaya.

PENGOBATAN
1)      Solusio plasenta ringan
Bila usia hamil kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu partus spontan.Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat  persalinan
2)      Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.
Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah. Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria
Apoplexi uteroplacenta tidak merupakan indikasi histerektomi. Tetapi jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka histerektomi perlu dilakukan
A. Tindakan darurat. Jika terjadi defisiensi, mekanisme pembekuan harus dipulihkan sebelum melakukan upaya apapun untuk melahirkan bayi. Berikan kriopresipitat, FFP atau darah segar. Berikan terapi anti syok. Pantau keadaan janin terus menerus.
Pecahkan selaput ketuban, jika mungkin, terlepas dari kemungkinan cara pelahiran yang akan dipakai.
B. Tindakan spesifik.
Derajat 1. Jika pasien tidak dalam persalinan, tindakan menunggu dengan pengawasan ketat merupakan indikasi, karna pada banyak kasus perdarahan akan berhenti secara spontan. Jika persalinan mulai terjadi, siapkan persalinan per vaginam jika tidak ada komplikasi lebih lanjut.
Derajat 2. Siapkan pelahiran per vaginam jika persalinan diperkirakan akan terjadi dalam waktu sekitar 6 jam, terutama jika janin mati. Seksio sesarea sebaiknya dilakukan jika terdapat bukti kuat adanya gawat janin dan bayi mungkin hidup.
Derajat 3. Pasien selalu dalam keadaan syok, janin sudah mati, uterus tetanik dan mungkin terdapat defek koagulasi. Setelah memperbaiki koagulopati, lahirkan per vaginam jika dapat dikerjakan dalam waktu sekitar 6 jam. Persalinan per vaginam tampaknya paling baik untuk pasien multipara. Jika tidak, kerjakan seksio sesarea.
Tindakan-Tindakan Bedah
Seksio sesarea merupakan indikasi jika persalinan diperkirakan akan berlangsung lama (lebih dari 6 jam), jika perdarahan tidak memberi respons terhadap amniotomi dan pemberian oksitosin encer secara hati-hati, dan jika terjadi gawat janin dini (tidak berkepanjangan) dan janin mungkin hidup.
Histerektomi jarang diperlukan. Uterus Couvelaire sekalipun akan berkontraksi, dan perdarahan hampir akan selalu berhenti jika defek koagulasi sudah diperbaiki.
PROGNOSIS
Angka kematian ibu di seluruh dunia akhir-akhir ini antara 0,5% dan 5%. Sebagian besar wanita meninggal karena perdarahan (segera atau tertunda), gagal jantung atau gagal ginjal. Diagnosis dini dan terapi yang tepat akan menurunkan angka kematian ibu sampai 0.3%-1%. Angka kematian janin berkisar 50% sampai 80%. Sekitar 30% janin dengan pelepasan prematur plasenta dilahirkan cukup bulan. Pada hampir 20% pasien dengan solusio plasenta tidak didapati adanya denyut jantung janin ketika dibawa ke rumah sakit, dan pada 20% lainnya akan segera terlihat adanya gawat janin. Jika diperlukan transfusi ibu segera, angka kematian janin mungkin paling sedikit 50%. Kelahiran kurang bulan terjadi pada 40%-50% kasus pelepasan prematur plasenta. Bayi meninggal karena hipoksia, prematuritas atau trauma persalinan

Tuesday, August 20, 2013

Konsep teori Placenta Previa

KONSEP TEORI
A.Pengertian Plasenta Previa
Plasenta previa merupakan implementasi plasenta di bagian bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimulkan perdarahan saat pembentukan segmen bawah rahim (Cunningham, 2006).
Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaa jalan lahir. Sedangkan pada keadaan normal letak plasenta ada di bagian atas uterus (Salemba Medika,2011).
B.Klasifikasi Placenta Previa
klasifikasi Plasenta Previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir, yaitu sebagai berikut :
1.Plasenta Previa totalis, jika seluruh ostium interna serviks seluruhnya tertutupi oleh plasenta
2.Plasenta Previa Lateralis, jika hanya sebagian dari ostium tertutup oleh plasenta.
3.Plasenta previa marginalis, apabila tepi plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan
(ostium internus servisis).
4.Plasenta letak rendah, apabila plasenta terletak pada segmen bawah uterus, tetapi tidak sampai menutupi pembukaan jalan lahir (Salemba Medika,2011).
C.Etiologi Placenta Previa
Penyebab placenta previa ini sedikit yang diketahui pemastiannya, fase pergeseran-tumpang tindih plasenta ostium uteri internal yang menyebabkan pelepasan plasenta dan ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa, misalnya bekas operasi rahim (bekas sesar atau operasi mioma), sering mengalami infeksi rahim (radang panggul), kehamilan ganda, pernah plasenta previa, atau kelainan bawaan rahim.
D. Gambaran Klinis Placenta Previa
Gambaran klinis dari placenta previa, antara lain sebagai berikut :
1.Perdarahan dari jalan lahir berulang tanpa disertai rasa nyeri dengan usia kehamilan > 22 minggu.
2.Perdarahan dapat terjadi setelah miksi atau defekasi, aktivitas fisik,kontraksi Braxton hicks atau koitus.
3.Pada pemeriksaan luar biasanya bagian terendah janin belum masuk PAP atau ada kelainan letak.
4.Pemeriksaan speculum darah berasal dari os. Uteri internal.
5.Darah segar atau kehitaman dengan bekuan.
6.Tdak ada kontraksi uterus dan kondisi gawat janin (Salemba Medika,2011).

E.Faktor resiko terjadinya Placenta Previa
1.Usia ibu lanjut ( lebih dari 35 tahun ).
2.Multiparitas.
3.Adanya riwayat sesar.
4.Merokok ( Penyulit Obstetri akibat kehamilan, hal 427).
F.Diagnosis Placenta Previa
            Semua kasus dugaan plasenta previa harus dirawat dirumah sakit rujukan. Pemeriksaan melalui vaginal atau rectal harus dihindari untuk mencegah perdarahan lebih lanjut.Beberapa diagnosis banding untuk plasenta previa adalah solusio placenta dan plasenta sirkumvalata (Salemba Medika,2011).
G.Komplikasi Placenta Previa
1.Maternal, beberapa komplikasi dari Placenta Previa pada maternal adalah perdarahan, syok dan kematian.
2.Fetal, salah satu komplikasi pada fetal diantaranya adalah prematuritas (60% kematian pada masa perinatal). Hal ini terjadi karena asfiksia intrauterine sedangkan, perdarahan janin terjadi akibat manipulasi obstetric.
H.Penatalaksanaan Placenta Previa
Pengobatan pada plasenta previa dapat dibagi dalam dua golongan yaitu, aktif dengan terminasi kehamilan dan terapi ekspektatif/konservatif.
1.Aktif/terminasi kehamilan
a. Persalinan pervaginam
1.1 Dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta marginalis, atau plasenta previa lateralis
           di anterior (dengan anak letak kepala). Diagnosis ditegakkan dengan melakukan USG,
           perabaan forniks atau pemeriksaan dalam kamar operasi tergantung indikasi.
1.2 Dilakukan oksitosin drip disertai pemecahan ketuban.
b. Persalinan perabdominal
    Dilakukan pada keadaan-keadaan berikut ini :
1.1  Plasenta previa dengan perdarahan banyak.
1.2  Plasenta previa totalis.
1.3  Plasenta previa lateralis di posterior.
1.4  Plasenta letak rendah dengan anak letak sunsang.
2.Ekspektatif
   a. Syarat-syarat dilakukannya terapi ekspektatif adalah sebagai berikut :
1.1 Keadaan umum ibu dan anak baik.
1.2 Perdarahan sedikit.
1.3 Usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau tafsiran berat janin kurang dari 2.500 gram
1.4 Tidak ada his persalinan.
b. Penatalaksaan dari terapi ekspetatif adalah sebagai berikut :
1.1 Pasang infuse, tirah baring.
1.2 Bila ada kontraksi premature bisa diberikan tokolitik.
1.3 Pemantauan kesejahteraan janin dengan USG setiap hari (Salemba Medika,2011).

Tuesday, August 6, 2013

penapisan klien IUD



Anamnesis
1.Tanyakan dengan seksama apakah klien telah mendapatkan konseling tentang prosedur pemasangan IUD
Tanya dan catat pertanyaan-pertanyaan no 2-8 di bawah ini untuk menentukan apakah klien cocok untuk memakai IUD
2.Tanggal haid terakhir, lama haid dan pola perdarahan haid
3.Paritas dan riwayat persalinan yang terakhir
4.Riwayat kehamilan Ektopik
5.Nyeri yang hebat setiap haid
6.Anemia yang berat (Hb < 9g% atau Hematokrit < 27) 7.Riwayat infeksi saluran kelamin (ISK), penyakit menular seksual (PMS) atau infeksi panggul 8.Berganti-ganti pasangan 9.Kanker serviks Pemeriksaan Fisik 1.Tanyakan pada klien apakah sudah mengosongkan kandung kencingnya 2.Jelaskan apa yang akan dilakukan dan persiapkan klien untuk mengajukan pertanyaan 3.Cuci tangan dengan air sabun, keringkan dengan air bersih 4.Palpasi daerah perut dan periksa apakah ada nyeri, tumor atau kelainan lainnya di daerah supra pubik
Pemeriksaan Panggul
1.Bantulah klien untuk berbaring dalam posisi litotomi
2.Jelaskan pada klien mengenai pemeriksaan panggul yang akan dilakukan
3.Kenakan kain penutup pada klien untuk pemeriksaan panggul
4.Pakai sarung tangan baru (sekali pakai) atau sarung tangan (pakai ulang) yang steril atau DTT
5.Atur peralatan dan bahan-bahan yang akan dipakai dalam tempat (kontainer) steril atau DTT
6.Siapkan lampu periksa yang terang untuk melihat serviks
7.Lakukan inspeksi pada genetelia eksterna
8.Masukkan speculum vagina dengan benar
9.Lakukan pemeriksaan speculum :
Periksa adanya lesi atau keputihan pada vagina

Inspeksi serviks dan uretra

Ambil bahan dari vagina dan serviks untuk pemeriksaan mikroskoik bila ada indikasi ( dan bila ada fasilitas pemeriksaan)
¾
10.Keluarkan speculum dengan hati-hati dan letakkan kembali ada tempat semula
11.Lakukan pemeriksaan bimanual
Pastikan gerakan serviks bebas

Tentukan besar dan posisi uterus

Pastikan tidak ada tanda kehamilan

Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa

12.Lakukan pemeriksaan rektovaginal bila ada indikasi (Kesulitan menentukan besar uterus retroveksi, adanya tumor pada cavum Douglasi)
13.Buka sarung tangan sekali pakai dan buang ke tempat sampah yang sudah ditentukan (Untuk sarung tangan pakai ulang rendam dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi)
Pemeriksaan Mikroskopis (bila ada indikasi dan tersedia)
a.Lakukan pemeriksaan dengan kertas pH (lakmus)
b.Lakukan pemeriksaan dengan larutan saline dan KOH
c.Identifikasi
Sel epitel vagina

Trichomoniasis (bila ada)

Moniliasis (bila ada)