Sunday, July 28, 2013

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN V (PATOLOGI) PENANGANAN KEGAWADARURATAN PADA KASUS SEPSIS PUERPURALIS DAN RUJUKANNYA





BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik-buruknya keadaan pelayanan kebidanan (maternity care) dalam suatu negara atau daerah ialah kematian maternal  (maternal mortality). Menurut definisi WHO “kematian maternal ialah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan”. Sebab-sebab kematian ini dapat dibagi dalam 2 golongan, yakni yang langsung disebabkan oleh komplikasi-komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, dan sebab-sebab yang lain seperti penyakit jantung, kanker, dan sebagainya (associated causes). Angka kematian maternal (maternal mortality rate) ialah jumlah kematian maternal diperhitungkan terhadap 1000 atau 10.000 kelahiran hidup, kini di beberapa negara malahan terhadap 100.000 kelahiran hidup.
Kemajuan yang telah dicapai dalam kira-kira setengah abad terakhir telah diumumkan oleh banyak penulis. Di Inggris angka kematian menurun dari 44,2 per 10.000  kelahiran dalam tahun 1928 menjadi 2,5 per 10.000 dalam tahun 1970 (Chamberlain dan Jeffcoate, 1966, Stallworthy, 1971). Perkembangan ini terlihat pula pada semua negara-negara maju; umumnya angka kematian maternal kini di negara-negara itu berkisar antara 1,5 dan 3,0 per 10.000 kelahiran hidup.
Angka kematian yang tinggi setengah abad yang lalu umumnya mempunyai tiga sebab pokok: (1) masih kurangnya pengetahuan mengenai sebab-musabab dan penanggulangan komplikasi-komplikasi penting dalam kehamilan, persalinan, serta nifas; (2) kurangnya pengertian dan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi; dan (3) kurang meratanya pelayanan kebidanan yang baik bagi semua yang hamil. Salah satu yang termasuk ke dalam  sebab-sebab penting  kematian maternal ialah sepsis puerperalis.
Walaupun Semmelweiss sudah pada tahun 1874 menunjukkan bahwa sepsis puerperalis disebabkan oleh infeksi dan bahwa dokter dan bidan seringkali merupakan pembawa infeksi itu pada wanita yang sedang bersalin, namun masih jauh dalam abad ke 20 hal ini belum diterima secara umum di kalangan para dokter. Baru setelah dengan kemajuan ilmu mikrobiologi dibuktikan bahwa sebab utama penyakit tersebut ialah berbagai jenis streptokokus, bahwa kuman-kuman tersebut dibawa oleh dokter, bidan, atau tenaga lain yang menghadiri persalinan itu, atau oleh wanita lain yang sedang menderita penyakit tersebut, dan bahwa dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk mencegah timbulnya serta menjalarnya penyakit. Akan tetapi, pemberantasan yang sungguh-sungguh berhasil baru tercapai dengan ditemukannya obat-obat sulfonamide dan kemudian penisilin.
Berkat usaha-usaha ini peranan sepsis puerperalis yang dahulu merupakan sebab kematian maternal yang sangat penting, kini sudah banyak berkurang. Walaupun demikian, bahaya laten tetap ada dan pencegahan terhadap timbulnya penyakit ini perlu terus-menerus diadakan. Perlu dikemukakan bahwa abortus yang dilakukan oleh tenaga-tenaga bukan ahli dengan kurang atau tidak mengindahkan asepsis masih merupakan faktor penting dalam terjadinya sepsis dalam hubungan dengan kehamilan.
B.       RUMUSAN MASALAH
Di lihat dari latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah apa saja penanganan kegawadaruratan pada kasus sepsis puerpuralis dan rujukannya?
C.       TUJUAN
Tujuan umum :
1.      Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang apa saja penanganan kegawadaruratan pada kasus sepsis puerpuralis dan apa rujukan yang akan diberikan.
Tujuan khusus :
1.      Untuk meningkatkan kewaspadaan yang akan terjadi jika bertemu pada pasien dengan kasus sepsis puerpuralis.
2.      Menegtahui faktor penyebab terjadinya sepsis puerpuralis.
3.      Mengetahui tindakan apa yang akan dilakukan jika bertemu pasien dengan kasus sepsis puerpuralis.
4.      Sebagai acuan penambah nilai bagi penulis dalam memenuhi tugas ini.

BAB II
KAJIAN TEORI

SEPSIS PUERPURALIS
A.      DEFINISI MASA PUERPURIUM
  Masa puerperium atau masa nifas adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali pra hamil dan berlangsung kira–kira 6 – 8 minggu.
Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah plasenta lahir setelah 6 minggu (42 hari) untuk kembalinya alat – alat reproduksi pada keadaan normal atau keadaan sebelum hamil.
Masa nifas adalah suatu masa segera setelah kelahiran dan meliputi minggu – minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil.
Nifas dibagi dalam 3 periode :
1.      Puerperium dini yaitu kepulihan di mana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2.      Puerperium  intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu.
3.      Remote puerperium adalah waktu yang diperbolehkan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, atau tahunan.

B.       FISIOLOGI
Involusi Alat-alat Kandungan :
1.      Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Segera setelah plasenta lahir tinggi fundus uteri kira–kira sepusat. Korpusi uteri sekarang sebagian besar merupakan miometrium yang dIbungkus serosa dan dilapisi desidua. Dinding anterior dan posterior menempel dengan tebal masing – masing 4 – 5 cm. Karena adanya kontraksi rahim pembuluh darah tertekan sehingga terjadi Iskemic. Selama 2 hari berikut uterus masih tetap pada ukuran yang sama dan 2 minggu kemudian telah turun kerongga panggul dan tidak dapat diraba diatas syimpisis dan mencapai ukuran normal dalam waktu 4 minggu.
Setelah persalinan uterus seberat kurang lebih 1 kg. karena involusi 1 minggu kemudian beratnya sekitar 500 gram, pada akhirnya minggu kedua menjadi 300 gram dan segera sesudahnya menjadi 100 gram. Jumlah sel – sel otot tidak berkurang banyak hanya ukuran selnya yang berubah.
Setelah 2 hari persalinan desidua yang terringgal di uterus berdiferensiasi menjadi 2 lapisan. Lapisan superficial menjadi nekrotik, terkelupas keluar bersama lochea dan lapisan basalis tetap utuh menjadi sumber pembentukan endrometrium baru. Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat kecuali tempat plasenta. Seluruh endometrium pulih kembali dalam minggu ke-3.
2.      Bekas implantasi uri : Segera setelah persalinan, tempat plasenta terdiri dari banyak pembuluh darah yang mengalami trombos. Setelah kelahiran, ukuran pembuluh darah ekstra uteri mengecil menjadi sama atau sekurangnya mendekati sebelum hamil.5 Placental bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri dengan diameter 7,5 cm. Sesudah 2 minggu menjasi 3,5 cm, pada minggu keenam 2,4 cm, dan akhirnya pulih.
3.      Luka-luka pada jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari.
4.      Rasa sakit, yang disebut after pain, (merian atau mules-mules) disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca persalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu dapat diberikan obat-obat antisakit dan antimules.
5.      Lochia adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
a.       Lochia rubra (cruenta) : berisi darah segar dan sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo, dan mekoneum, selama 2 hari pasca persalinan.
b.      Lochia sanguinolenta : berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3-7 pasca persalinan.
c.       Lochia serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
d.      Lochia alba : cairan putih, setelah 2 minggu.
e.       Lochia purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
f.       Lochiostasis : lochia tidak lancar keluarnya.
6.      Serviks : Seviks dan segmen bawah uterus menjadi struktur yang tipis, kolaps dan kendur setelah kala III persalinan. Mulut serviks sempit, serviks menebal dan salurannya akan terbentuk kembali.Miometrium segmen bawah uterus yang sangat tipis berkontraksi tapi tidak sekuat korpus uteri. Beberapa minggu kemudian segmen bawah menjadi istmus uteri yang hampir tidak dapat dilihat.
Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan-perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim; setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
Vagina dan pintu keluar vagina akan membentuk lorong berdinding lunak yang ukurannya secara perlahan mengucil. Rugae terlihat kembali pada minggu ketiga. Himen muncul sebagai potongan jaringan yang disebut carunclae mirtiformis.
7.      Ligamen-ligamen : Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Setelah melahirkan, kebiasaan wanita Indonesia melakukan “berkusuk” atau “berurut” , di mana sewaktu dikusuk tekanan intra-abdomen bertambah tinggi. Karena setelah melahirkan ligamenta, fasia, dan jaringan penunjang menjadi kendor, jika dilakukan  kusuk/urut, banyak wanita akan mengeluh “kandungannya turun” atau “terbalik”. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-latihan dan gimnastik pasca persalinan.

C.      SEPSIS PUERPURALIS
Dalam beberapa hari setelah melahirkan suhu badan ibu sedikit naik antara 37,2-37,8 derajat Celcius oleh karena resorpsi benda-benda dalam rahim dan mulainya laktasi, dalam hal ini disebut demam resorpsi. Hal ini adalah normal.
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genitalia dalam masa nifas.
Masuknya kuman-kuman dapat terjadi dalam kehamilan, waktu persalinan dan nifas. Demam nifas adalah demam dalam masa nifas oleh sebab apapun.
Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toxic lain didalam darah atau jaringan tubuh. Dalam hal ini sepsis adalah suatu peradangan yang terjadi sistemik atau biasa disebut Systemic Inflamation Respon Syndrom ( SIRS) berikut adalah criteria dari SIRS:
1)      Suhu >380C atau <36 C
2)      Denyut jantung >90 x permenit
3)       Respirasi lebih dari 20 /menit atau PaCO2 < 32mmHg
4)      Hitung leukosit >12.000/mm2 atau 10% sel imatur (band)
5)      Nyeri pelvik
6)      Rabas vagina yang abnormal
7)      Rabas vagina berbau busuk
8)      Keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus.
Sepsis puerpuralis adalah infeksi pada traktus genitalia yang dapat terjadi setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus.

D.      EPIDEMIOLOGI
Secara keseluruhan  angka insiden dan prevalensi infeksi postpartum di Amerika Serikat adalah kurang. Dalam sebuah studi oleh Yokoe et al pada tahun 2001, 5,5%  persalinan vagina dan 7,4% dari persalinan sesar mengakibatkan infeksi postpartum. Tingkat infeksi postpartum secara keseluruhan adalah 6,0%. Endometritis menyumbang hampir setengah dari infeksi pada pasien setelah persalinan sesar (3,4% dari persalinan sesar). Mastitis dan infeksi saluran kencing bersama-sama menyumbang 5% dari persalinan vagina.
Dalam review paling mutakhir, angka kematian ibu yang berhubungan dengan infeksi postpartum berkisar dari 4-8%, atau sekitar 0,6 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.
Sebuah surveilans mortalitas yang berhubungan dengan kehamilan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit infeksi ditunjukkan tersebut adalah sekitar 11,6% dari semua kematian berikut kehamilan yang menghasilkan kelahiran hidup, lahir mati , atau ektopik. Risiko infeksi saluran kemih postpartum meningkat dalam African American, Native American, dan populasi Hispanik.
E.       ETIOLOGI
Dalam obstetri modern, sepsis puerperalis yang gawat jarang terjadi, pernah dilaporkan epidemi yang disebabkan grup A streptoccocus hemolitikus. Infeksi nifas pada umumnya disebabkan oleh bakteri yang pada keadaan normal berada pada usus atau jalan lahir. Gorback mendapatkan dari 70% biakan cervix normal dapat pula ditemukan bakteri aerob dan anaerob yang patogen. Walaupun dari cerviks dan jalan lahir ditemukan kuman-kuman tersebut cavum uteri adalah steril sebelum ketuban pecah. Kuman anaerob adalah coccus gram positif ( Peptostreptococus, Peptococus, Bakteriodes, dan Clostridium). Kuman aerob adalah bermacam gram positif dan E.colli:
Selain itu infeksi nifas dapat disebabkan oleh:
1)      Streptococcus Hemoliticus Aerobicus. Streptococcus ini merupakan sebab infeksi yang berat khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen ( dari penderita lain, alat atau kain yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain).
2)      Stapylococcus Aureus, kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas walaupun kadang-kadang dapat menyebabkan infeksi umum. Stafilococcus banyak ditemukan di Rumah Sakit dan dalam tenggorokan orang yang terlihat sehat.
3)      E.Coli, kuman ini umumnya berasal dari kandung kencing dan rektum dan dapat menyebabkan infeksi terbatas dalam perineum, uvula, dan endometrium. Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius.
4)      Clostridium Welchii, infeksi dengan kuman ini yang bersifat anaerobik jarang ditemukan, akan tetapi sangat berbahaya, infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis.
Table 1. Bacteria Commonly Responsible for Female Genital Infections
Aerobes 
  Group A, B, and D streptococci
  Enterococcus
  Gram-negative bacteria—Escherichia coli, Klebsiella, and Proteus species 
  Staphylococcus aureus 
  Staphylococcus epidermidis 
  Gardnerella vaginalis 
Anaerobes 
  Peptococcus species 
  Peptostreptococcus species 
  Bacteroides fragilis group 
  Prevotella species 
  Clostridium species 
  Fusobacterium species 
  Mobiluncus species 
Other 
  Mycoplasma species 
  Chlamydia trachomatis 
  Neisseria gonorrhoeae 

Sumber : Puerperal Infection dalam Williams Obstetrics twenty-second edition
Infeksi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gabungan antara beberapa macam bakteri. Bakteri tersebut bisa endogen atau eksogen.
1.         Bakteri Endogen
Bakteri ini secara normal hidup di vagina dan rektum tanpa menimbulkan bahaya (misal, beberapa jenis stretopkokus dan stafilokokus, E. Coli, Clostridium welchii).Bahkan jika teknik steril sudah digunakan untuk persalinan, infeksi masih dapat terjadi akibat bakteri endogen.
Bakteri endogen juga dapat membahayakan dan menyebabkan infeksi jika :
a.       Bakteri ini masuk ke dalam uterus melalui jari pemeriksa atau melalui instrumen pemeriksaan pelvic
b.      Bakteri terdapat dalam jaringan yang memar, robek/ laserasi, atau jaringan yang mati (misalnya setelah persalinan traumatik atau setelah persalinan macet)
c.       Bakteri masuk sampai ke dalam uterus jika terjadi pecah ketuban yang lama.
2.         Bakteri eksogen
Bakteri ini masuk ke dalam vagina dari luar (streptokokus, Clostridium tetani, dsb).
Bakteri eksogen dapat masuk ke dalam vagin
a :
a.        Melalui tangan yang tidak bersih dan instrumen yang tidak steril
b.      Melalui substansi / benda asing yang masuk ke dalam vagina (misal, ramuan / jamu, minyak, kain)
c.       Melalui aktivitas seksual.
Di tempat – tempat di mana penyakit menular seksual (PMS) (misal, gonorrhea dan infeksi klamidial) merupakan kejadian yang biasa, penyakit tersebut merupakan penyebab terbesar terjadinya infeksi uterus. Jika seorang ibu terkena PMS selama kehamilan dan tidak diobati, bakteri penyebab PMS itu akan tetap berada di vagina dan bisa menyebabkan infeksi uterus setelah persalinan.


Faktor Predisposisi yang penting pada waktu nifas adalah :
1)      Keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita seperti perdarahan banyak, pre-eklampsia, juga adanya infeksi lain seperti pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.
2)      Partus lama terutama ketuban pecah lama
3)      Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir
4)      Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah
5)      Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah bekas luka dengan diameter 4cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena banyakknya vena yang tertutup trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik bagi tumbuhnya kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan dalam persalinan begitu juga pulva, vagina, dan perineum, yang semuanya merupakan tempat masuknya kuman patogen, proses radang dapat terjadi terbatas pada luka tersebut atau dapat menyebar keluar luka asalnya.
Penyebab lain infeksi di masa post partum
Demam dimasa puerperium (nifas) juga dapt disebabkan oleh :
1.      Infeksi pernafasan
2.      Infeksi saluran kemih
3.      Infeksi luka (mis. Jaringan parut akaibat seksio sesaria)
4.      Mastitis atau abses pada payudara
5.      Trombofelbitis super fisial atau trombosis vena dalam
6.      Kondisi media lain, seperti malaria dan tifoid
7.      Infeksi yang berkaitan dengan HIV

F.       PATOGENESIS
Infeksi dapat terjadi sebagai berikut :
1)      Tangan pemeriksa atau penolong yang memakai sarung tangan pada pemeriksaan dalam membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina kedalam uterus. Kemungkinan lain adalah sarung tangan dan alat-alat lain yang dimasukkan dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
2)      Droplet Infecsion. Sarung tangan dan alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau pembantu-pembantunya. Oleh karena itu mulut dan hidung petugas yang bekerja dalam kamar bersalin harus ditutup dengan masker, dan penderita infeksi saluran nafas dilarang masuk kamar bersalin.
3)      Dalam Rumah Sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara keman-mana, antara lain handuk, kain-kain dan alat-alat yang suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.
4)      Koitus pada waktu akhir kehamilan tidak merupakan penyebab penting terjadinya infeksi, kecuali apabila menyebabkan pecahnya ketuban.
5)      Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi intrapartum biasanya terjadi pada partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan pemeriksaan dalam. Gejala-gejala ialah kenaikan suhu, biasanya disertai dengan leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air ketuban biasa menjadi keruh dan bau.
Terjadinya sepsis puerpuralis
Sepsis puerpuralis dapat terjadi di masa intrapartum atau post partum. Sebelum kelahiran, membran amniotik dan membran korionik dapat terinfeksi jika ketuban pecah (ruptur membran) terjadi berjam-jam sebelum persalinan di mulai. Bakteri kemudian mempunyai cukup waktu untuk berjalan ke vagina ke dalam uterus dan menginfeksi membran, plasenta, bayi, dan ibu. Korioamnionitis merupakan suatu maslah yang sangat serius dan dapat membahayakan hidup ibu dan bayinya.
            Setelah persalinan, sepsis puerpuralis mungkin terlokalisasi di perinium, vagina, servik, dan uterus. Infeksi pada uterus dapat menyebar dengn cepatsehingga menyebabkan infeksi [pada tuba fallopi atau ovarium, parametritis, peritonitis, dan menyebar ke pembuluh limfe, kemudian akan menyebabkan septikemia jika masuk ke aliran darah. Ini kemudian semakin perumit dengan adanya syok septik dan koagulasi intravaskuler diseminata (disseminated intravaskular coagulation [DIC]) yang dapat menimbulkan masalah pendarahan. Sepsis puerpuralis dengan cepat akan berakibat fatal.
Ibu dimasa post partum (masa nifas) memang rentan terhadap infeksi karena adanya faktor-faktor berikut :
1.      Sisi perlekatan plasenta merupakan tempat yang besar, hangat, gelap, dan basah. Ini memungkinkan bakteri untuk tumbuh dengan sangat cepat. Tepat seperti ini merupakan suatu media yang ideal untuk pembiakan bakteri.
2.      Sisi plasenta memilikipersedian darah yang kaya, dengan pembuluh-pembuluh darah besar yang langsung menuju ke sirkulasi vena utama. Hal ini memungkinkan bakteri disis plasenya untuk bergerak dengan sangat cepat ke dalam aliran darah. Ini deisebut septikemia. Septikemia dapat menyebabkan kematian dengan sangat cepat.
3.      Sisi plasenta tidak jauh dari bagian luar tubuh ibu. Hanya panjang vagina (9-10 cm) yang memisahkan jalan masuk ke uterus dari lingkungan luar. Ini bereti bahwa bakteri yang biasanya hidup di rektum (seperti E. Colli) dapat dengan mudah pindah ke dalam vagina dan kemudian menuju uterus. Disini bakteri menjadi berbahay atau “patogenik” karena menyebabkan infeksi pada sisi plasenta.
4.      Selama kelahiran, area serviks ibu, vagina, atau area perineumnya mungkin robek atau diepisiotomi. Area jaringan yang terluka ini rentan terhadap infeksi, terutama jika teknik steril pada kelahiran tidak digunakan. Infeksi biasanya terlokalisasi, tetapi pada kasus berat infeksi ini dapat menyebar kejaringan bawahnya.
Patogenesis Sepsis
Sebagian besar penderita menunjukkan fokal infeksi sebagai sumber bakterimia, hal ini disebut sebagai bakterimia sekunder, sepsis gram Negatif merupakan komensal normal dalam saluran gastrointestinal, dan kemudian menyebar ke dalam struktur yang berdekatan, seperti pada peritonitis setelah perforasi apendical, atau bisa berpindah dari perineum ke ureter atau kandung kemih. Selain itu sepsis gram negatif focus primernya bisa berasal dari gastrointestinal. Sepsis gram positif biasanya timbul dari infeksi kulit, saluran respirasi dan juga bisa berasal dari luka terbuka misalnya luka bakar.
Inflamasi sebagai tanggapan dari tubuh terhadap berbagai macam stimulasi imunogen dari luar. Inflamasi sebenarnya merupakan upaya tubuh untuk menghilangkan dan eradikasi organisme penyebab, berbagai jenis sel akan teraktivasi dan memproduksi berbagai jenis mediator inflamasi termasuk berbagai jenis sitikon. Mediator inflamasi sangat komplek karena melibatkan banyak sel dan mediator yang dapat mempengarui satu sama lain.
Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis. Masih banyak faktor lain ( non sitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan penyakit. Respon tubuh terhadap suatu patogen melibatkan bermacam-macam komponen sistem imun dan berbagai macam sitokin baik itu yang bersifat pro inflamasi maupun yang bersifat anti inflamasi. Termasuk sitokin pro inflamasi TNF, IL-1, interferon yang bekerja membantu sel menghancurkan IL-1 reseptor antagonis (IL1-1ra), IL-4 IL-10 yang bertugas memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Apabila keseimbangan kerja antara pro inflamasi dengan antiinflamasi tidak tercapai dengan sempuna maka dapat menimbulkan kerugian bagi tubuh.
Penyebab sepsis dan syok septik yang paling banyak berasal dari stimulasi sitokin, baik dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin gram (-), maupun endo toksin gram (+). Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama dengan perantaraan reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag dan makrofag akan meng ekspresikan imunodulator diatas hanya dapat terjadi pada bakteri, apat terjadi pada rangsangan endotoksik, eksotoksik, virus, dan parasit, maka mekanisme tersebut diatas masih urang lengkap dan tidak dapat menerangkan mekanisme sepsis dalam arti keseluruhan, oleh karena konsep tersebut tidak menerangkan peranan limfosit T dalam keadaan sepsis dan terjadinya syok septik.
Di indonesia dan negara berkembang lainnya sepsis tidak hanya disebabkan oleh bakteri gram negatif saja, tetapi juga disebabkan oleh bakteri gram positif yang mengeluarkan eksotoksin. Eksotoksin, virus, dan parasit, yang dapat berperan sebagai superantigen setelah di fagosit oleh monosit atau ditampilkan sebagai APC( Antigen Presenting Sell). Antigen ini membawa muatan poli peptida spesifik yang berasal dari major Histocompatibility Complex. Antigen yang bermuatan peptida MCH kelasII akan berikatan dengan CD4+ ( Limposit TH1 dan TH2) dengan perantara TCR( T Cell Reseptor).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan mengeluarkan terhadap sepsis maka limfosit T akan mengeluarkan subtansi Th1 yang berfungsi sebagai imunodulator yaitu : IFN – Gamma, IL-2, dan M-CSF ( Makofag Coloni Stimulating Factor). Limfosit TH2 akan mensekresikan Il-4, IL-5, IL-6 dan IL-10, IFN-Gamma merangsang makrofag mengeluarkan IL -1 beta dan THP =alfa, IFN-G IL -10, IL-1 beta dan TNF-alfa berkorelasi dalam keparahan penyakit dalam kematian, tetapi ternyata sitokin IL-2 dan TNF-alfa selain merupakan seaksi terhadap sepsis dapat pula merusakkan endotel permukaan darah yang mekanismenya sampai dengan saat ini masih belum jelas. IL-1 beta sebagai ekspresi interselular adhesi molekuler-1. dengan adanya macrofag koloni stemulating factor akan mudah mengadakan adhesi. Interaksi endotel dengan neutrofil terdiri dari tiga langkah, yaitu 1. bergulirnya meutrofil P dan E-selektin yang dikeluarkan oleh endotel dan L- selektin neutrofil dalam mengikat ligan respektif. merupakan langkah yang sangat penting adhesi dan aktivasi neutrofil yang mengikat intergetrin CD-11 atau CD-18 yang melekatkan neutrofil pada endotel dengan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endotel . 3. transmigrasi meutrofil menembus dinding endotel.
Neutrofil yang beradhesi dengan endotel mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan dinding endotel lisis, akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga membawa superoksidan yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs. Akibat dari proses tersebut endotel menjadi nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endotel pembuluh darah, ternyata kerusakan endotel pembuluh darah tesebut akan mengakibatkan kerusakan organ multiple sesuai dengan pendapat Bone bahwa kelainan organik multiple tidak disebabkan oleh infeksi tetapi akibat inflamasi sistemik dengan sitokin sebagai mediator. Pendapat tersebut diperkuat oleh Cohen bahwa kelainan organ multiple disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam pembuluh darah kecil sehingga terjadi syok septik yang berakhir dengan kematian.

G.      KLASIFIKASI INFEKSI MASA NIFAS
Infeksi nifas dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1.      Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, cerviks dan endometrium
Vulvitis
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak ; jahitan ini mudah terlepas dan luka yang terbuka menjadi ulkus dan mangeluarkan pus.
Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus, dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal terbatas.
Servisitis
Infeksi sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung kedasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.
Endometritis
Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas Insersio plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium.
2.      Penyebaran dari ke empat tempat tersebut melalui vena-vena, pembuluh limfe, dan melalui permukaan endomertium.
a.         Penyebaran melalui pembuluh-pembuluh darah
·           Septikemia dan Piemia
Ini merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kuman-kuman yang sangat pathogen biasanya Streptococcus haemolyticus golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi nifas.
Pada septikemia kuman-kuman dari sarangnya di uterus, langsung masuk keperedaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya septicemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena diuterus serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat thrombus itu embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempat-tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempat-tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia.
b.         Penyebaran melalui jalan limfe dan jalan lain
·           Peritonitis
Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe didalam uterus langsung mencapai peritoneum dan menyebabkan peritonitis, atau melalui jaringan diantara kedua lembar ligamentum latum yang menyebabkan
parametritis( sellulitis pelvika).
·           Parametritis (sellulitis pelvika)
·           Peritonitis dapat pula terjadi melalui salpingo-ooforitis atau sellulitis pelvika.
3.      Infeksi jaringan ikat pelvis dapat terjadi melalui tiga jalan yakni :
a.       Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari endometritis.
b.      Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas sampai kedasar ligamentum.
c.       Penyebaran sekunder dari tromboflebitis pelvika.
d.      Penyebaran melalui permukaan endometrium
·           Salpingitis, ooforitis
Kadang-kadang walaupun jarang, infeksi yang menjalar ketuba Fallopii, malahan ke ovarium.

H.      GAMBARAN KLINIS
1.      Infeksi pada perineum, vulva, vagina, dan servik
Gejalanya berupa rasa nyeri serta panas pada tempat infeksi, dan kadang-kadang perih bila kencing. Bilamana getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat suhu sekitar 38° C, dan nadi dibawah 100 per menit. Bila luka terinfeksi tertutup oleh jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39-40°C dengan kadang-kadang disertai menggigil.
2.      Endometritis
Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang dari satu minggu keadaan sudah normal kembali. Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau.
3.      Septikemia dan Piemia
Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai dengan menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39-40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140-160/menit atau lebih). Penderita dapat meninggal dalam 6-7 hari postpartum. Jika ia hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia. Pada piemia penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit, perut nyeri dan suhu agak meningkat. Akan tetapi, gejala-gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran darah umum. Satu cirri khusus pada piemia ialah bahwa berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai dengan menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu.
4.      Peritonitis
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika.Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat pathogen dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita yang mulanya kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin, terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica.
5.      Sellulitis Pelvika
Sellulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai dengan rasa nyeri dikiri atau dikanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap kemungkinan sellulitis pelvika. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri disebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang panggul, dapat meluas keberbagai jurusan. Ditengah-tengah jaringan yang meradang itu bisa tumbuh abses. Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri.
6.      Salpingitis dan ooforitis
Gejala salpingitis dan ooforitis tidak dapat dipisahkan dari pelvio-peritonitis.
I.         DIAGNOSA
Pada penderita dengan infeksi nifas perlu diketahui apakah terbatas pada tempat-tempat masuknya kuman-kuman ke dalam badan atau menjalar keluar tempat. Seorang penderita dengan infeksi yang meluas diluar port de entery tampaknya sakit , suhu akan meningkat dengan kadang-kadang disertai mengigil, nadi cepat, keluhannya juga lebih banyak.
Jika ada fasilitas penderita dengan infeksi nifas hendaknya diambil getah dari vagina sebelah atas untuk pembiakan, dan pada infeksi yang tampaknya berat juga diambil darah untuk maksud yang sama. Usaha ini dilakukan untuk mengetahui penyebab infeksi nifas dan guna memilih antibiotik yang paling tepat untuk pengobatan.
J.        KOMPLIKASI
1.      Sindroma distres pernafasan dewasa
2.      Koagulasi intravascular diseminata
3.      Gagal Ginjal akut
4.      Perdarahan usus
5.      Gagal hati
6.      Disfungsi SSP
7.      Gagal jantung
8.      Kematian

K.      PROGNOSIS
Menurut derajatnya septikemia merupakan infeksi yang paling berat dengan mortalitas tinggi dan yang segera diikuti oleh peritonitis umum. Piemia menyebabkan kematian yang cukup tinggi. Penyakitnya berlangsung lebih lama. Pada Pelvioperitonitis dan Sellulitis pelvis bahaya kematian dapat diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Abses memerlukan tindakan untuk mengeluarkan nanahnya.



PENANGANAN KEGAWADARURATAN SEPSIS PUERPURALIS
DAN RUJUKANNYA
A.      PENANGANAN NYA MENURUT STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN
Pada standar pelayanan kebidanan pada standar ke-23 yang mana tentang penanganan pada sepsis puerpuralis:
1.      Tujuan :
Mengenali tanda – tanda sepsis puerpularis dan mengambil tindakan yang tepat.
2.      Pernyataan Standar :
Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerpularis, melakukan perawatan dengan segera dan merujuknya.
3.      Hasil :
a.         Bidan dengan sepsis puerpuralis mendapat penanganan yang memadai dan tepat waktu. Penurunan kematian dan kesakitan akibat sepsis puerpuralis.
b.         Meningkatnya pemanfaatan bidan dalam pelayanan nifas.
4.      Prasyarat :
a.         Sistem yang berjalan dengan baik agar ibu mendapatkan pelayanan pasca persalinan dari bidan terlatih sampai dengan 6 minggu setelah persalinan, baik dirumah, dipuskesmas ataupun dirumah sakit.
b.         Bidan berlatih dan terampil dalam memberikan pelayanan nifas, termasuk penyebab, pencegahhan, pengenalan dan penanganan dengan tepat sepsis puerpuralis.
c.         Tersedia peralatan / perlengkapan penting : sabun, air bersih yang mengalir, handuk bersih untuk mengeringkan tangan, alat suntik sekali pakai, set infus steril dengan jarum berukuran 16 dan 18 G, sarung tangan bersih DTT / steril.
d.        Tersedia obat – oabatan penting : cairan infus ( Ringer Laktat ), dan antibiotika. Juga tersedianya tempat penyimpanan untuk obat – obatan yang memadai.
e.         Adanya sarana pencatatan pelayanan nifas / Kartu Ibu.
f.          Sistem rujukan yang efektif, termasuk bank darah, berjalan dengan baik untuk ibu dengan komplikasi pasca persalinan.
5.      Proses :
Bidan harus :
a)         Amati tanda dan gejala infeksi puerpuralis yang diagnosa bila 2 atau lebih gejala dibawah ini terjadi sejak pecahnya selaput ketuban mulai hari ke 2.
b)        Saat memberikan pelayanan nifas periksa tanda awal / gejala infeksi.
c)         Beri penyuluhan kepada ibu, suami . keluargany agar waspada terhadap tanda / gejala infeksi, dan agar segera mencari pertolongan jika memungkinkannya.
d)        Jika diduga sepsis, periksa ibu dari kepala sampai kaki untuk mencari sumber infeksi.
e)         Jike uterus nyeri, pengecilan uter lambat, atau terdapat perdarahan pervaginam, mulai berikan infus Ringer Laktat dengan jarum berlubang besar  ( 16 – 18G ), rujuk ibu segera ke RS ( ibu perlu diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya sisa jaringan placenta ).
f)         Jika kondisinya gawat dan terdapat tanda / gejala septik syok dan terjadi dehidrasi, beri cairan IV dan antibiotika sesuai dengan ketentuan. Rujuk ibu ke RS.
g)        Jika hanya sepsis ringan, ibu tidak terlalu lemah dan sulit merujuk berikan antibiotika.
h)        Pastikan bahwa ibu / bayi dirawat terpisah / jauh dari anggota keluarga lainnya, sampai infeksi teratasi.
i)          Cuci tangan dengan seksama sebelum dan sesudah memeriksa inu / bayi.
j)          Alat – alat yang dipakai ibu jangan dipakai untuk keperluan lain, terutama untuk ibu nifas / bayi lain.
k)        Beri nasehat kepada ibu pentingnya kebersihan diri, penggunaan pembalut sendiri dan membuangnya dengan hati – hati.
l)          Tekankan pada anggota keluarga tentang pentingnya istirahat, gizi baik dan banyak minum bagi ibu.
m)      Motivasi ibu untuk tetap memberikan AS.
n)        Lakukan semua Pencatatan dengan seksama.
o)        Amati ibu dengan seksama dan jika kondisinya tidak membaik dalam 24 jam, segera rujuk ke RS.
p)        Jika syok terjadi ikuti langkah – langkah penatakasaan syok yang didiskusikan di satandar 21

6.      Ingat !
a.         Lakukan tes sensitivitas sebelum memberikan suntikan antibiotika.
b.         Semua ibu nifas berisiko terkena infeksi, dan ibu yang telah melahirkan bayi dalam keadaan mati, persalinan yang memanjang, pecahnya selaput ketuban yang lama mempunyai risiko yang lebih tinggi.
c.         Kebersihan dan cuci tangan sangatlah penting, baik untuk pencegahan maupun penanganan sepsis.
d.        Infeksi bisa menyebabkan perdarahan postpartum sekunder.
e.         Keadaan ibu akan semakin memburuk jika antibiotika tidak diberikan secara dini dan memadai.
f.          Ibu dengan sepsis puerpuralis perlu dukungan moril, karena keadaan umumnya dapat menyebabkannya menjadi sangat letih dan depresi.

B.       PENATALAKSANAAN SEPSIS PUERPURALIS
Prinsip-prinsip pengelolaan sepsis nifas adalah: kecepatan, keterampilan dan prioritas.Penekanan terletak pada pentingnya bekerja dengan cepat dan menurut. Prioritas dalam mengelola sepsis nifas adalah :
1)        Menilai kondisi pasien
2)        Memulihkan pasien
3)        Mengisolasi sesegera mungkin pasien yang diduga infeksi
4)        Mengambil spesimen untuk menyelidiki organisme kausatif dan mengkonfirmasikan diagnosis
5)        Memulai terapi antibiotik yang sesuai prioritas, ini berarti harus dilakukan pertama atau sebelum hal lainnya.
            Manajemen Umum Sepsis Puerperalis
1)      Mengisolasi pasien yang diduga terkena sepsis puerpuralis dalam pemberian pelayanan kebidanan. Tujuannya adalah untuk mencegah penyebaran infeksi pada pasien lain dan bayinya.
2)      Pemberian antibiotik
Kombinasi antibiotik diberikan sampai pasien bebas demam selama 48 jam, dan kombinasi antibiotik berikut ini dapat diberikan :
a)        ampisilin 2 g IV setiap 6 jam, dan
b)        gentamisin 5 mg / kg berat badan IV setiap 24 jam, dan
c)         metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.
Jika demam masih ada 72 jam setelah pemberian antibiotik di atas, dokter akan mengevaluasi dan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat yang lebih tinggi mungkin diperlukan. Antibiotik oral tidak  diperlukan jika telah diberikan antibiotik IV.Jika ada kemungkinan pasien terkena tetanus dan ada ketidakpastian tentang sejarah vaksinasi dirinya, perlu diberikan tetanus toksoid.
3)      Memberikan banyak cairan
Tujuannya adalah untuk memperbaiki atau mencegah dehidrasi, membantu menurunkan demam dan mengobati shock. Pada kasus yang parah, maka perlu diberikan cairan infus. Jika pasien sadar bisa diberikan cairan oral.
4)      Mengesampingkan fragmen plasenta yang tertahan
Fragmen plasenta yang tersisa dapat menjadi penyebab sepsis nifas. Pada rahim, jika terdapat lokhia berlebihan,berbau busuk dan mengandung gumpalan darah, eksplorasi rahim untuk mengeluarkan gumpalan dan potongan besar jaringan plasenta akan diperlukan. Tang Ovum dapat digunakan, jika diperlukan.
5)      Keterampilan dalam perawatan kebidanan
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan pasien dan untuk membantu penyembuhannya. Berikut aspek perawatan yang penting:
a)         Istirahat
b)        standar kebersihan yang tinggi, terutama perawatan perineum dan vulva
c)         antipiretik dan / atau spon hangat mungkin diperlukan jika demam sangat tinggi
d)        monitor tanda-tanda vital, lokhia, kontraksi rahim, involusi, urin output, dan mengukur asupan dan keluaran
e)         membuat catatan akuran
f)         mencegah penyebaran infeksi dan infeksi silang.
6)      Perawatan bayi baru lahir
Kecuali ibu sangat sakit, bayi baru lahir bisa tinggal dengannya. Namun, tindakan pencegahan diperlukan untuk mencegah infeksi dari ibu ke bayi. Pengamatan sangat penting untuk mengenali tanda-tanda awal infeksi, karena infeksi pada neonatus dapat menjadi penyebab utama kematian neonatal. Hal yang perlu diperhatikan :
a)         Mencuci tangan : jika ibu cukup baik kondisinya, penting untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi baru lahir
b)        Menyusui: jika ibu cukup baik, menyusui bisa diteruskan. Jika ibu sangat sakit, dikonsultasikan dengan medis praktisi yang mengkhususkan diri dalam perawatan bayi baru lahir.
c)         Ibu sangat sakit: jika tidak mungkin bagi bayi baru lahir dirawat oleh ibu, saudara dekat mungkin tersedia bagi merawat bayi sampai ibu cukup baik. Namun, harus ditekankan bahwa karena bayi yang baru lahir juga berisiko dalam mengembangkan infeksi.
7)      Manajemen lebih lanjut
Jika tidak ada perbaikan dengan manajemen umum peritonitis di ata, laparotomi akan dilakukan untuk mengalirkan nanah. Jika uterus nekrotik dan sepsis, mungkin diperlukan histerektomi subtotal.

C.       PENCEGAHAN
1.      Selama kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting, karenanya diet yang baik harus diperhatikan.
Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
2.      Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah harus diberikan menurut keperluan.
Menyarankan semua wanita hamil untuk mencari bantuan medis segera setelah keluar lendir darah atau cairan dari jalan lahir. Jika selaput ketuban pecah dan  tidak mengalami kontraksi, kurangi melakukan pemeriksaan vagina. Jika persalinan tidak dimulai dalam waktu 18 jam setelah selaput ketuban pecah, berikan antibiotik profilaksis, sebagai berikut :
a.         ampisilin 2 g IV setiap 6 jam, dan
b.        gentamisin 5 mg / kg berat badan IV setiap 24 jam
Hentikan antibiotik setelah persalinan pervaginam, jika persalinan dengan operasi caesar, berikan metronidazol IV 500 mg tiap 8 jam. Antibiotik diteruskan sampai pasien bebas demam selama 48 jam.
3.      Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas sehat3,5.

D.      RUJUKANNYA
            Jika bidan telah memberikan pengobatan sederhana, tetapi tidak ada perubahan atau penyembuhan maka dilakukan rujukan ke rumah sakit yang memiliki fasilitas yang lebih lengkap. Dalam melakukan rujukan ada beberapa hal yang harus dipersiapkan :
1.      Bidan
Pastikan bahwa ibu dan/atau bayi baru lahir didampingi oleh penolong persalinan yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk menatalaksana kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir untuk dibawa ke fasilitas rujukan
2.       Alat
Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan, masa nifas dan bayi baru lahir (tabung suntik, selang IV, dll) bersama ibu ke tempat rujukan. Perlengkapan dan bahan-bahan tersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkan sedang dalam perjalanan.
3.      Keluarga
Beri tahu ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu dan/atau bayi dan mengapa ibu dan/atau bayi perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka alasan dan keperluan upaya rujukan tersebut. Suami atau anggota keluarga yang lain harus menemani ibu dan/atau bayi baru lahir ke tempat rujukan.
4.       Surat
Berikan surat ke tempat rujukan. Surat ini harus memberikan identifikasi mengenai ibu dan/atau bayi baru lahir, cantumkan alasan rujukan dan uraikan hasil pemeriksaan, asuhan atau obat-obatan yang diterima ibu dan/atau bayi baru lahir. Lampirkan partograf kemajuan persalinan ibu pada saat rujukan.
5.      Obat
Bawa obat-obatan esensial pada saat mengantar ibu ke tempat rujukan. Obat-obatan mungkin akan diperlukan selama perjalanan.
6.      Kendaraan
Siapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk ibu dalam kondisi yang cukup nyaman. Selain itu pastikan bahwa kondisi kendaraan itu cukup baik untuk. mencapai tempat rujukan dalam waktu yang tepat.
7.      Uang
Ingatkan pada keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat-obatan yang diperiukan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperiukan selama ibu
tinggal difasilitas rujukan.

E.       FAKTOR RESIKO PADA SEPSIS PUERPURALIS
Adapun faktor ini mencangkup :
1.      Higiene yang buruk
2.      Teknik septik yang buruk
3.      Manipulasi yang sangat banyak pada jalan lahir, janin intra uterin, fragmen atau membran plasenta yang tertahan, pelepasan jaringan mati dari dinding vagina setelah persalinan macet.
4.      Insersi tangan, instrumen, atau pembalut (tampon) yang tidak steril
5.      Anemia dan malnutrisi yang diderita
6.      Persalinan macet/ lama
7.      Pemeriksanaan vagina yang sering
8.      Pelahiran melalui seksio sesaria dan tindakan operasi lainnya
9.      Laserasi vagina atau laserasi serviks yang tidak diperbaiki
10.  Penyakit menular seksual yang diserita
11.  Hemoragi post partum
12.  Tidak di imunisasi terhadap tetanus
13.  Diabetes
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sepsis puerpuralis yaitu mencangkup faktor masyarakat, hal ini meliputi :
1.      Tidaka adanya transportasi dan sarana lain
2.      Jarak rumah ibu yang jauh ke fasilitas kesehatan
3.      Status ekonomi yang rendah
4.      Faktor-faktor kultural yang memperlambat pencarian perawatan kesehatan, status kesehatan wanita rendah
5.      Kurangnya pengetahuan tentang tanda-tanda dan gejala sepsis puerpuralis
Adapun faktor resiko dari pelayanan kesehatan meliputi :
1.      Pemantauan suhu badan yang tidak adekuat : pada persalina lama dan setelah persalinan
2.      Tidaka adanya asepsis selama persalinan
3.      Pemerisaan bakteriologis yang tidak adekuat pada ibu yang mengalami sepsis puerpuralis
4.      Kehabisan persediaan darah untuk transfusi
5.      Penatalaksanaan yang tidak adekuat dengan antibiotik yang tepat atau intervensi operatif selanjutnya
6.      Ketidaksediaan antibiotik yang tepat



BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genitalia yang dapat terjadi setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus di mana terdapat dua atau lebih dan hal – hal berikut ini : Nyeri pelvic, demam 38,5°C atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja; vagina yang abnormal; vagina berbau busuk; keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus (sub involusio uteri).
Salah satu penyebab utama kematian ibu adalah sepsis puerperalis, yang menyebabkan 15% dari seluruh kematian ibu yang terjadi di negara berkembang. Jika tidak menyebabkan kematian, sepsis puerperalis dapat menyebabkan masalah – masalah kesehatan menahun seperti penyakit radang panggul kronis (pelvic inflammatory disease (PID) dan infertilitas. Sangat penting untuk mampu mencegah  sepsis puerperalis dan melakukan tindakan yang segera jika sepsis ini terjadi.
Beberapa bakteri yang paling umum yang menyebabkan sepsis puerpuralis adalah :Streptokokus, Stafilokokus, Escherichia coli (E. Coli), Clostridium tetani, Clostridium width,  Chlamidia dan gonokokus (bakteri penyebab penyakit menular seksual).
Infeksi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gabungan antara beberapa macam bakteri. Bakteri tersebut bisa endogen atau eksogen.
Prinsip-prinsip pengelolaan sepsis nifas adalah: kecepatan, keterampilan dan prioritas.Penekanan terletak pada pentingnya bekerja dengan cepat dan menurut. Prioritas dalam mengelola sepsis nifas adalah:  menilai kondisi pasien, memulihkan pasien,  mengisolasi sesegera mungkin pasien yang diduga infeksi..  mengambil spesimen untuk menyelidiki organisme kausatif dan mengkonfirmasikan diagnosis, dan memulai terapi antibiotik yang sesuai.
B. SARAN
Penulis sangat mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi acuan dalam mempelajari tentang epidemiologi.
Dan harapan penulis makalah ini tidak hanya berguna bagi penulis tetapi juga berguna bagi semua pembaca. Terakhir dari penulis walaupun makalah ini kurang sempurna penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di kemudian hari.


DAFTAR PUSTAKA

*   Cunningham F G, MD.2007.  Puerperal Infection dalam Williams Obstetrics twenty-second edition. The McGraw-Hill Companies.
*   WHO Safe motherhood. 2002. Modul Sepsi Puerperalis materi pendidikan kebidanan edisi bahasa indonesia. jakarta. Penerbit:  buku kedokteran: EGC
*   Andy W, MD . 2010. Postpartum Infection diakses dari  http://emedicine.medscape.com/article/796892-clinical#a0217 tanggal 14 April 2010
 

No comments:

Post a Comment